Welcome to my BLOG :) have fun guys..

cinta itu ibarat kopi, paling enak di minum saat masih panas tapi resikonya jadi cepat habis, kalau mau awet ya di minum sedikit-sedikit tapi resikonya jadi cepat dingin.. :)

Sabtu, 30 Juni 2012

Ketika Aku Pergi (cerpen)

KETIKA AKU PERGI
Sudah lama rasanya Yuri tak tahu lagi kabar dari cowok itu, yah sebut saja namanya Adri. Sulit bagi Yuri untuk lepas dari bayang-bayang sosok Adri.

“inget, dia itu Cuma mantan lo!” namun ia pun sering berkata seperti itu sendiri. Tapi lagi-lagi fikirannya selalu kembali ke masa itu. Dimana semuanya baik-baik saja, gak ada rasa sakit yang Yuri rasain. Satu tahun lebih mereka tak bertemu, selama itu pun Yuri merindukan sosok Adri.

“udah lah lupain si Adri, cari yang baru lagi..” kata Ryza, sahabat Yuri.

“percuma tau gak!” Yuri kesal

“percuma gimana? Belum lo coba kan? Move on Ri, move on!”

“ya percuma, kalau gue pacaran sama orang lain tapi hati dan fikiran gue masih sama Adri, Adri, Adri, dan Adri..” Yuri tambah kesal “berarti kalau gue pacaran sama orang itu, gue Cuma mainin dia doang dong? Kasian, mending gak usah.. gue juga lebih enak sendiri” tambahnya lagi.

“lebih enak? Gue tuh kasihan sama lo nya Ri, lo Cuma bisa liat si Adri dari sini, dari kejauhan doang, yah lebih tepatnya Cuma lewat facebook” Ryza merangkul sahabatnya itu.

            Yuri terdiam, benar apa yang di katakan Ryza. Yuri tahu apa yang sedang di alami oleh Adri hanya dari facebook, itu pun tak menjamin semuanya, hanya sebatas tahu.

“dari pertama kali gue sama Adri jadian, gue udah janji kalau dia bakal jadi cinta terakhir gue” akhirnya Yuri membuka mulut, matanya terlihat berkaca-kaca seperti ingin menangis.

“walau semua keadaannya udah kayak gini?” Ryza bertanya sinis “apa dia pernah Ri, sms lo lagi?” tambahnya, Yuri menggelengkan kepalanya matanya tambah berkaca-kaca.

“tapi dia pernah sms gue tanggal 27 kemarin Za” Yuri coba mengingat

“terus sekarang? Apa dia ngabarin lo lagi? Apa dia pernah mikirin lo Ri, kayak lo yang tiap saat selalu mikirin dia?” Ryza bertanya lagi, Yuri menggeleng lagi, kini matanya berair, ia menangis di pelukan Ryza. “udah yah Ri, jangan nangis lagi gue Cuma mau nguatin lo” akhirnya Yuri menghapus air mata yang telah membasahi kedua pipinya.


***

            Pagi itu Yuri terbangun, masih pukul 02.00 dini hari. Semenjak pisah dari Adri, Yuri setiap hari memang selalu terbangun dari tidurnya lewat dari jam 12, setiap ia terbangun pun ia berharap kalau ada sms masuk dari Adri.
“mana ya?” Yuri merogoh-rogoh bawah bantalnya, mencari handphone

“kok nggak ada sih?” Yuri akhirnya bangun dari tempat tidur dan menyalakan lampu kamarnya

“ahh ini dia!” dia mendapatkan handphone nya ada di lantai, kejadian seperti itu sudah sering terjadi. Ia kembali mematikan lampu kamarnya, lalu memulai kebiasaan yang ia lakukan di dini hari tersebut.

“nggak ada sms, selalu, oh iya harusnya gue tau kalo Adri udah lupain gue, arrgghhh shit..” lagi-lagi Yuri tak mendapatkan sms dari Adri, ia rindu Adri. Lalu ia melakukan kebiasaan keduanya, Online facebook, iya dia hanya mengecek facebook Adri kalau-kalau ada berita terbaru.

“adriii…” rintih Yuri, ia tiba-tiba menangis setelah mendapatkan apa yang ia lihat di facebook Adri.

Pagi harinya Yuri demam cukup tinggi hingga ia di haruskan di rawat di rumah sakit. Ryza saat itu kaget dan langsung menjenguk sahabatnya.

“tante, kenapa Yuri bisa kayak gini?” Ryza langsung memasang wajah cemas ke Ely, mamanya Yuri.

“tante juga gak tau, kata dokter Yuri kena demam berdarah” Ely juga tak kalah cemas melihat anaknya tergolek lemas di dalam kamar rawat inap. Mereka hanya bisa melihat Yuri dari kaca pintu. Ryza melihat Yuri yang merintih seperti menahan sakit ketika sedang di ambil darahnya oleh perawat dia tak tega melihat sahabatnya seperti itu.

“tante, Yuri kesakitan ya?” Ryza bertanya pada Ely, dia seperti merasakan rasa sakit yang di rasakan oleh Yuri

“sepertinya begitu, do’ain saja biar Yuri cepat sembuh ya Ryza” lalu Ryza menganggukan kepalanya

***

            Sudah sekitar 4 hari Yuri di rawat di rumah sakit. Yuri selalu menanyakan kabar Adri pada Ryza.

“sekarang yang penting lo sembuh dulu, jangan mikir yang macem-macem deh” kata Ryza yang saat itu duduk di samping tempat tidur Yuri

“apa dia tahu kalau gue di rawat Za?” suara Yuri melemah, seperti setengah berbisik. Lalu Ryza menggelengkan kepalanya, ada rasa bersalah

“yaudah nanti gue kasih tahu Adri” Ryza coba menghibur Yuri

“jangan Za, pokoknya jangan, gue takut ganggu dia sama……” suara Yuri masih melemah “sama Lyn” Yuri meneruskan perkataannya.

“apa? Cowok sialan, udah punya cewek baru lagi dia Ri?” omel Ryza, Yuri megangguk, matanya panas, lalu seketika dia menjatuhkan air matanya. Entah untuk yang keberapa kalinya.

Keesokan harinya Ryza kembali ke rumah sakit, keadaan Yuri sudah sedikit membaik. Tapi Ryza tahu, Cuma Adri satu-satunya penyemangat Yuri.

“itu kan…” Ryza langsung bangun dari kursi tunggu “Adriii..!!!”  Ryza lari mengejar Adri yang hampir keluar dari rumah sakit.

“eh elo Za” Adri masih tampak bingung “lo ngapain disini?” kata Adri lagi

“lo bisa ikut gue gak sebentar?” pinta Ryza “ayok cepetan!” tanpa dapat persetujuan dari Adri, Ryza langsung menarik tangan Adri untuk ikut dengannya

“eh, aduuh gue mau di bawa kemana?” Adri tambah bingung

“itu..” Ryza menunjuk Yuri dengan mulutnya, Adri terlihat shock, begitu juga dengan Yuri.

“gue tahu Ri, Cuma Adri yang bisa nyembuhin lo, Cuma Adri penyemangat hidup lo kan? Maaf gue nggak kasih tahu kalian berdua, gue Cuma mau liat lo kayak Yuri yang dulu” Ryza menahan air mata harunya “oke gue tinggal lo berdua dulu” lalu Ryza pun keluar.

            Kini hanya ada Yuri dan Adri, iya hanya berdua. Mereka berdua masih membisu, terlihat jelas mereka masih terlihat shock. Hingga akhirnya mereka mendengar banyak tangisan dari ujung lorong rumah sakit tersebut. Tergotong sebuah tandu yang menuju ambulance untuk membawa keluar jenazah. Tangisan semakin kuat. Mereka berdua tambah terdiam.

“aku nggak tahu apa perasaan kamu, aku juga nggak tahu apa isi hati kamu, tapi kalau nanti aku meninggal aku mau kamu seperti orang-orang tadi, MENANGIS ketika kamu kehilangan aku” kata Yuri menatap lurus ke luar jendela kamar inap tersebut

“Yurii..” Adri mendekap Yuri

“aku nggak mau kamu datang dan pergi terus Dri, aku capek..” Yuri menangis dalam dekapan Adri

“maafin aku Ri, apa yang aku lakuin emang salah, maafin aku, aku sayang kamu” Adri membelai rambut Yuri, Yuri semakin menangis, Adri menghapus air mata Yuri, mereka berpelukan.

“kalau kita memang jodoh, datang lagi ke rumah sakit ini satu tahun lagi tepatnya jam 02.00 dini hari, itu tepat saat aku selalu menunggu kamu” kata Yuri

“tapi kenapa satu tahun lagi? Apa itu nggak terlalu lama?” Adri melepaskan pelukannya, tapi Yuri hanya tersenyum.

***

1 tahun kemudian..

“mau kemana kamu? Ini udah malem” Ely khawatir dengan Yuri

“ada yang mau jemput aku mah, lagian aku sama Ryza” sangkal Yuri, padahal ia hanya pergi sendirian

“tapi Ri..”

“udah yah, mama tenang aja, aku pasti aman kok abis ini aku juga pulang, pulang mama, aku pasti ‘pulang’, assalamualikum” Yuri langsung mencium tangan mamanya, lama sekali “daaaahh mama” Yuri tak seperti biasanya seperti itu.

            Pagi itu Yuri menepati janjinya pada Adri bahwa dia akan datang ke Rumah Sakit itu lagi setelah satu tahun kemudian. Yuri benar-benar yakin bahwa Adri lah cinta terakhir baginya. Setelah Yuri sampai di depan Rumah Sakit, Adri belum datang. Selama menunggu, Yuri menyiapkan surat untuk Adri. Sekitar 15 menit kemudian Adri datang, tapi masih di seberang jalan, surat itu masih ia pegang di tangan kanannya.

“Adrriiiiii…” teriak Yuri sambil melambaikan surat di tangannya, dia terlihat sangat bahagia, lalu dia menyebrang jalan menuju Adri

“AAWWWAAASSSS YUUURRRIIIIIIII..” teriakan Adri tak terdengar oleh Yuri, dan..

“BBBBRRUUUUKKK!!!” suara rem, klakson, tak henti-hentinya bersahutan, ketika itu juga tubuh Yuri terbanting, darah di mana-mana.

“Adri.. aku sa.. yang kka.. muu” Yuri mengatakan itu di pangkuan Adri dengan sangat terbata-bata, tersengal-sengal, ia hanya ingin Adri tahu itulah kata-kata terakhir utnuknya. Lalu Yuri seketika tertidur, tidur panjang. Adri berteriak sekencang-kencangnya, menangis, Yuri telah meninggal. Surat itu telah berlumuran darah..



Untuk Adri, cinta terakhirku..

Aku tak tahu mengapa aku ingin menulis ini, rasanya aku ingin di ‘jemput’ kalau memang benar nanti aku di ‘jemput’ aku percaya kalau kamu memang menangis ketika kehilanganku..

Waktu aku tak bersamamu dulu, aku selalu menunggu smsmu tepat jam 02.00 dini hari, tapi yang aku dapatkan selalu mengecewakanku, kau tak kunjung memberi kabar.. dan sekarang kalau kau masih pacarku, ini hari jadi kita yang ke 3 tahun..

Aku tak pernah bosan selama 2 tahun ini menunggumu lagi, aku memang cemburu ketika ada perempuan lain yang menjadi penggantiku.. aku sakit melihat semuanya, aku sakit ketika yang kau sayang bukan aku lagi..

Tapi dari awal dulu kita pacaran, aku janji bahwa kau memang cinta terakhirku, aku yakin itu, sampai sekarang saatnya tiba. Iya benar aku memang tak tahu apa perasaanmu kepadaku lagi, apa isi hatimu padaku. Tapi aku sudah bilang kalau aku mencintaimu, aku nggak berharap kamu masih merasakan hal yang sama, aku Cuma ingin, kau menjadi orang yang paling sedih ketika aku meninggalkanmu, untuk selamanya..


Yuri..


*Setelah kejadian itu..

“jangan pernah sia-siain orang yang bener-bener sayang sama kita sebelum akhirnya dia bener-bener pergi untuk selamanya, takdir nggak ada yang tau, pahami, ngertiin, dan kalo bisa sedikit ikut ngerasain apa yang dia rasain, sebelum semuanya TERLAMBAT, sebelum MENYESAL kayak gue.. J#Adri Quotes


yovincanabilla

Kamis, 21 Juni 2012

Lirik Lagu Terakhir (gabby)

penulis : Agnes Davonar


Kisah ini terinspirasi oleh kisah ega yang menulis diakhir dari kisah hidupnya.
————————————————————————-
Hujan masih terlihat menghujani rumah tempat Angel terdiam dikamarnya. Ia memandang jendela kamar tempatnya terdiam melamun berharap pelangi muncul setelah hujan lebar itu menghiasi rumahnya dari balik kaca. Kemudian dari arah jendelanya terlihat seorang pria turun dari motornya dengan keadaan basah kuyub, Angel melihat pria itu seperti berteduh di depan rumahnya dengan kedinginan. Ia masih memperhatikan pria itu dengan sebuah tas gital yang ia lindungin lebih berharga dari tubuhnya dan akhirnya hatinya ibah dan segera keluar dari rumahnya.
Dengan sebuah payung ia mendekati pria itu. Kemudian membuka pintu gerbangnya.
“Masuk yuk, daripada kehujanan..” tawar angel dan pria itu menatapnya dengan tersenyum
“Yakin gapapa.. !” ujar pria itu sopan
“Serius.. dirumah ini gua tinggal sendiri. Ayo!!”
Pria itu pun memarkirkan motornya di halaman rumah Angel yang sederhana. Kemudian angel mengajaknya duduk diruangan teras rumahnya. Mengambilkan sebuah handuk kering untuk mengeringkan sisa sisa hujan. Namun pria itu lebih memilih membersihkan gitalnya kebanding dirinya. Angel hanya tersenyum kecil memperhatikan tingkah pria berkulit putih dan bermata sipit tersebut.
“Kok gitalnya dulu yang di keringin. Bukannya kamu sih?”
“Iya gapapa. Ini nyawa pertama aku. Jadi penting juga!”
“Wow.. emang gital itu buat apa”
“Gua Anton. Gua seorang gitaris band amatiran namanya Superband.”
“Wah.. gitu ya. Pantesan. Denger denger. Seorang pemusik selalu menganggap alat musik sebagai nyawanya. Aku pikir tadinya Cuma rumor, dan ternyata benar ya!”
“Hehehe. Gitulah.. emang kamu bisa main alat musik juga?”
“hm..” Angel terdiam menatap gital klasik yang dimiliki pria tersebut.
“Sedikit bisa main piano, dulu sempat les tapi sekarang uda bodoh kali ya. tapi gital ga bisa deh.. pengen belajar sih, tapi ga ada waktu , sibuk kuliah hahaha!”
“Oh gitu ya.. emangnya kamu kuliah dimana?”
“STIKOM.. deket sini. Bukan asli dari
kota
ini. Rumahnya ini kontrak. Makanya jangan heran kalau aku sendirian !”
“Hahaha.. gitu ya..!”
Angel kemudian menawarkan secangkir kopi hangat kepada pria itu. Anton begitu tersanjung dengan kabaikan gadis yang baru ia kenal tersebut. Kemudian mereka terlibat pembicaraan yang sulit dipercaya. Dekat dalam pandangan dan perkenalan pertama. Hujan mulai redah. Anton harus segera kembali ke kafe tempat ia bekerja dan ia pun meminta pamit kepada Angel. Angel senang berkenalan dengan pria tersebut.
“Thks, uda kasih tempat buat aku beteduh, jasa kamu pasti aku balas kelak hehe!”
“Idih. Pemusik emang romantis kata katanya. Hm.. gimana kalau kamu ajarin aku main gital aja..!”
“Benar.. wah dengan senang hati aku mau ajarin gadis secantik kamu. Tunggu ya kapan aku sempat pasti aku datang ke tempat kamu.”
“Janji ya..!”
“Janji pasti..!!”
Dan perkenalan itu menjadi awal kedekatan mereka. Setelah itu Anton benar benar menepati janjinya untuk mengajarkan Angel bermain gital dari nol hingga mulai menarik petikan nada dari gital klasik yang dipinjamkan oleh Anton. Angel mulai menyukai musik sejak saat itu. Ia selalu menantikan guru les gital barunya tersebut disetiap kesempatan waktu yang ada. Anton juga pria yang sangat baik dan memberikan kesan yang sempurna dalam waktunya tersebut.
Anton juga melihat sebuah potensi besar dalam lengkingan suara yang dimiliki Angel, kebetulan di dalam bandnya salah satu personel singer memutuskan mundur untuk mencari peluang kerja yang lebih baik daripada menjadi seorang anggota band. Angel sempat ragu untuk menjadi singer dalam kelompok band tersebut. Namun akhirnya dorongan dan semangat yang diberikan oleh Anton membuat ia berani untuk menyatakan dirinya bersedia.
Ternyata, pilihan Anton kepada Angel tidaklah salah. Band mereka mulai banyak menarik minat kafe kafe untuk memberikan porsi konser kepada mereka. Angel mulai giat menjadi singer dan sempat membuat kuliahnya terbelangkalai.
Ada
hal lain yang ia sembunyikan dalam kebersamaan bandnya. Ia mulai menyadari dirinya jatuh cinta pada Anton. Namun Anton selalu menegaskan kepada seluruh tim untuk menggapai cita cita mereka terlebih dahulu menjadi band sukses ketimpang mengurusi urusan pribadi mereka termasuk cinta.
Kebesaran nama band mereka belum cukup untuk membuat band tersebut masuk dalam dapur rekaman, beberapa kali ditolak oleh pengusaha rekaman. Membuat Anton putus asa. Disaat itulah Angel yang selalu hadir memberikan dorongan, cinta antara mereka tak lagi dapat disembuyikan. Sejak saat itu mereka menjadi sepasang kekasih yang selalu bersama. Dan waktu pun berjalan, seiring mimpi mereka menjadi band sukses juga diikuti oleh kisah cinta mereka yang begitu indah.
Mereka kemudian mengubah nama group tersebut menjadi CARAME. Dengan tambahan dua orang nama yang awalnya hanya bertiga. Kini mereka berjumlah
lima
orang termasuk Angel, Anton. Nando, Agnes dan Hendra. Dua orang anggota baru itu adalah dua bersaudara Agnes dan Hendra yang mempunyai kemampuan piano ( Agnes) dan Biola (Hendra).lengkaplah personal mereka untuk menggapai secara ulang cita cita mereka.
Mereka berkomitmen untuk menjadi bintang besar,. Dan kesempatan itu terbuka ketika sebuah audisi Band dilakukan dikota mereka. Nando dan Anton adalah sahabat dekat yang selalu bersama sejak kecil. Namun Nando memiliki sebuah kebiasaan yang buruk sehingga memiliki beberapa musuh yang selalu datang untuk mengajaknya berkelahi. Sifatnya yang temperamental selalu membuat masalah dan itu terjadi ketika ia secara tak sengaja berdebat dengan salah satuh anggota band lain yang terlihat iri dengan kesuksesan band Carame. Perdebatan itu menjadi masalah besar pribadi yang tersimpan.
Angel mulai mahir menciptakan lagu dengan gital. Ia juga mulai sering bolos kuliah untuk kepentingan bandnya. Namun ia rela melakukan semau itu demi cita cita dan mimpinya bersama sang kekasih, Anton. Hubungan mereka begitu dekat dan sulit untuk dipisahkan selamanya. Teringat ketika disuatu hari paling indah dalam kenangan hidup mereka. Disaat bersama dalam keadaan romantis.
“Ton, kira kira kalau kita sukses kelak. Kamu punya cita cita apa lagi!” Tanya Angel
“Hehehe. Kamu yakin mau tau..!”
“Iya , apa sih?”
“Aku mau menikah sama kamu, mau jadi suami dari gadis yang aku paling cintai sedunia. Dan itu adalah kamu,, !!”tegas Anton
“Terima kasih ya. Aku juga berharap begitu. Tidak ada pria lain di hidup aku selain kamu. Hanya kamu yang telah membuat hidup aku begitu indah. Kalau pun suatu saat ada yang lain dalam hidup aku. Itu bukan orang lain. Tapi gital ini…” ungkap Angel memperlihatkan gital yang diberikan Anton padanya ketika memulai belajar bermusik
“Hahaha. Kamu ada ada aja. Masa aku disamakan kayak gital.. “
Kan
belajar dari kamu. Ingat
kan
ketika pertama kali kenalan , kamu bilang gital ini nyawa kedua kamu..”
Mereka pun tertawa dan saling berpelukan.
“Terima kasih ya. Ngel. Mungkin kita adalah takdir paling indah yang diciptakan Tuhan, semoga apa yang kita impikan tidak pernah terpisah walau maut memisakah kita”
“Jika maut memisahkan kita dengan darah, aku pun akan ikut dengan darah. Jika Tuhan memisahkan kita dengan raga. Akupun akan ikut dengan ragamu!”
Anton terdiam mendengarkan kata kata dari wanita itu. Begitu indah namun juga begitu sedih bila untuk diungkapkan.
“Jangan ngomong gitulah.. kesannya aku mau pergi aja hehehe!”
***
Band mereka pun tiba pada waktunya untuk melakukan konser audisi. Mereka telah lolos ke babak final dan bersaing dengan salah satu kandidat yang sempat membuat keributan dengan nando. Mereka telah bersiap di hari final. Angel sedang menghadapi ujian ketika itu. Ia memutuskan untuk pergi dan berangkat sendiri dengan taksi menuju tempat audisi. Sedangkan Anton dan Nando pergi bersama begitu pula dengan dua kakak beradik Agnes dan Hendra.
Perjalanan berjalan baik untuk Angel menuju lokasi audisi. Ketika tiba ia telah ditunggu oleh Agnes dan Hendra. Namun mereka tidak melihat hadirnya Anton dan Nando. Sedangkan band mereka sebentar lagi akan melakukan audisi. Mereka menjadi limpung dan bingung. Nomor telepon kedua anggota band tersebut masih sulit dihubungin. Hingga panggilan konser untuk band mereka hanya memiliki sisa waktu 5 menit. Mereka mulai cemas. Tiba tiba sebuah telepon tersambung ke Hendphone milik Angel.
“Angel ya.. ini aku Nando” kata Nando
“Kalian kemana sih, bukannya cepat datang. Bentar lagi kita uda masuk audisi!”
“Angel maaf, gua minta maaf sekali ini aja!!”
“Maaf kenapa?” Tanya Angel kesal
“aku dan Anton ga bisa datang ke audisi kali ini.
Ada
urusan mendadak. Ini benar benar penting buat hidup kita. “
“Hah. Tapi band ini tanpa kalian berdua mana jalan?” keluh Angel
“Angel. Kamu tau
kan
mimpi kita selama ini. Menjadi band besar. Dan inilah kesempatan kita. Jangan gagalkan semuanya hanya karena kita tidak datang. Aku mohon. Sekali ini jangan Tanya kenapa. Teruskan mimpi kita. Aku mohon Angel!” suara isak tangis terdengar dari Nando
Angel terdiam dan mulai curiga dengan tangis tersebut.
“Anton mana..?”
“Anton.. dia.. dia lagi ke toilet. Dia sakit perut. Jadi kamu cepatan audisi dulu. Setelah audisi aku akan telepon kamu lagi.. selamat berjuang ya Angel” Nando menutup telepon itu dan Angel hanya bisa memanggil namun perbincangan itu berakhir.
Angel menatap Agnes dan Hendra. Kemudian ia tak ingin mimpi serta cita cita band mereka berakhir begitu saja. Sekarang ia harus berusaha sendiri berjuang untuk band mereka. Dengan semangat tinggi ia pun masuk keruang audisi. Ia melantunkan sebuah lagu yang menjadi andalan band mereka. Juri sempat bertanya anggota lain yang kurang. Dengan spontan Angel menjawab berhalangan. Namun menyakinkan Juri dengan tiga orang saja mereka dapat melanjutkan audisi tersebut.
Audisi berakhir. Angel membawa kekurangan itu dengan keberhasilan . band mereka menjadi juara. Mereka terlihat gembira memamerkan piala kebesaran mereka. Saling berpelukan. Mimpi indah telah menanti mereka menjadi band sukses. Diantara kegembiraan tersebut. Nando kembali menelepon Angel. Angel dengan gembira menyambut telepon tersebut.
“Nando. Kita juara. Kita juara. Kita bisa jadi band dapur rekaman!!” teriak Angel
“Selamat ya. Ngel. Gua mau jujur sama lo.. Anton kritis. Dia dirawat dirumah sakit Alyo.kalau bisa lo secepatnya kesini!!”
“Apa. Lo ga bercanda
kan
. Tadi lo bilang dia sakit perut..?”
“Ceritanya panjang. Tapi gua harap lo segera kesini..!!”
“OK.
Hati Angel mulai cemas dan gelisah. Ia segera menuju rumah sakit yang dikatakan oleh Nando. Ketika tiba ia melihat nando mengalami luka memar dengan balutan luka di kepalanya yang bocor karena benda tajam. Ia mulai ketakutan . kemudian di unit gawat darurat terlihat Anton yang sedang tertidur pulas dengan alat Bantu pernafasan dengan beberapa dokter dan suster. Angel tak bertanya banyak kepada Nando ia segera menerobos masuk keruang tersebut. Mendekati Anton sambil berteriak histeris.
Suster dan dokter kemudian bertidak tegas memisakan gadis itu. Terlambat untuk Angel , ia hanya sempat memeluk pria yang ia cintai terakhir kali sesaat nafasnya benar benar berakhir. Tangannya bergetar, dokter mulai melihat pasien kesulitan bernafas ketika Angel datang. Anton sepertinya merasakan kedatangan Angel walau masih tertidur. Angel ditarik keluar dari ruangan. Kemudian Agnes memeluknya dan berusaha memberikan kekuatan untuk sabar.
“Anton kenapa..Anton kenapa.? Kenapa bisa kayak gini?” teriak Angel pada Nando
“Maafin aku Ngel. Ini salah aku. Kalau saja aku ga bikin keributan di perjalan tadi kita ga mungkin kayak gini. Anton tertusuk pisau ketika sedang menolong aku dari perkelahian dengan preman preman di jalan”
Angel terdiam dan berusaha tidak percaya. Ia mulai seperti panic dan tertawa sendiri. Sambil beberapa kali berkata semua hanya sandiwara. Dokter keluar dari pintu UGD dengan wajah penyesalan. Sambil berkata
“Maafkan kami. Pasien mengalami luka yang cukup vital karena tertusuk dibagian leher sehingga menganggu pernafasan. Pasien telah meninggal”
Angel seketika beteriak histeris dan menerobos pintu kemudian mendekati Anton yang telah mendingin.
“Ton. Kalau kamu ga bisa bernafas sendiri biarkan aku memberikan nafas untuk kamu. Jangan pergi tinggalkan aku , Ton. Jangan ton.. “
Akhirnya kisah cinta itu berakhir sebagai kenangan.
***
Angel tak pernah bisa melupakan kisah cintanya pada Anton . ia mencoba bertahan untuk hidup tanpa sang kekasih. Namun bayang bayang dan kenangan sang kekasih selalu hadir dalam hidupnya. Di balik kesedihan yang mendalam. Ia melihat gital yang diberikan Anton sebagai bagian dari hidup Anton yang tersisa. Kemudian mulai memetik satu persatu nada yang akhirnya menciptakan sebuah lagu indah. Ia mulai mengingat janji terakhir pada sang kekasih yang tak pernah ia lupakan.
Agnes dan Hendra begitu gembira , begitu pula Nando ketika , Angel menghubungi mereka untuk siap kembali bernyanyi. Mereka tidak menyia yiakan kebangkitan Angel dari kesedihan, dan mengambil sebuah konser di sebuah kampus. Angel terlihat lebih kurus daripada biasanya. Namun tidak kehilangan naluri untuk bernyanyi dan bermusiknya. Disatu kesempatan besar. , konser mereka diliput oleh berbagai media dan televise. Angel berdiri menghadap penonton dengan penuh ketegaran. Ia mulai teringat satu sisi panggung melihat bayangan Anton yang selalu memberikan senyuman disaat ia bernyanyi.
Di panggung besar tersebut . Angel mulai membuka kata kata terakhirnya.
“lagu ini aku buat ketika dibatas antara aku berusaha untuk bangkit dan mundur. Namun aku percaya. Lagu ini kelak dapat mewakili mimpi band kami untuk menjadi besar. Mimpi untuk menjadi bintang besar. Kupersembahan lagu ini untuk orang tercinta yang telah pergi untuk selamanya..” ujar Angel dengan rauk penuh kesedihan namun tak menangis.
Perlahan penonton konser mulai terdiam mendengarkan deringan petikan gital dan suara Angel yang begitu indah dengan ciptaan lagunya.
Ada
yang terhanyut hingga menangis. Dan lagu itu pun ditutup dengan sebuah tepuk tangan meriah yang luar biasa. Seorang penguasaha rekamana jatuh cinta pada lagu tersebut. Dan meminta nomor telepon yang dapat menghubungi band Carame.
Angel meminta waktu untuk beristirahat pulang kerumahnya karena kelelahan. Agnes dan kawan kawan membiarkan Angel pergi dari mereka. Namun mereka tak pernah menyadari itu adalah kata kata terakhir Angel. Ketika mereka tiba dirumah Angel untuk membawa kabar gembira kontrak kerja rekaman yang luar biasa. Mereka telah ,menemukan angel dengan tetasan darah ditangan yang kemudian mengakhiri hidupnya dengan selembar lirik yang ia tetap pegang untuk persembahan terakhir hidupnya pada dunia yang akhirnya ia tinggalkan.
Lagu tersebut kemudian menjadi sukses.. dan menyisakan pilu yang sangat mendalam
Tamat

Aku Memang Tidak Seperti Mantanmu

penulis : Dwitasari



Bianca menatap jam tangannya berkali-kali. Detak dari jam yang melingkar manis dipergelangan tangannya sejak tadi terus menemani kesediriannya. Wajahnya cemas, bibirnya terkunci rapat, jemari tangan kirinya mengisi celah-celah kecil jemari tangan kanannya. Sesekali ia menyilangkan tangan di dadanya, ia merasa kedinginan. Bianca kembali menatap jarum jam,  setelah itu ia memerhatikan awan yang semakin gelap dan rintik hujan yang semakin deras, wajahnya cemasnya semakin terlihat jelas.

“Kevin belum juga pulang.” ucapnya perlahan dalam hati.

Disentuhnya plastik berisi dua bungkus nasi goreng yang ia beli di sebuah restaurant mungil di ujung jalan, sudah dingin, tak lagi hangat seperti awal ia datang ke tempat kost Kevin. Dua jam sudah ia menunggu, sementara Kevin tak kunjung pulang. Kevin juga tak membalas pesan singkat yang dikirim Bianca untuknya. Hujan semakin deras, Bianca semakin cemas. Bianca tetap saja melihat handphonenya, meskipun tak ada satu pesan pun dari Kevin, meskipun Kevin tak kunjung memberi kabar.

Terdengar desah suara mobil dari luar pagar, seseorang keluar dari mobil itu. Pria itu berlari-lari kecil lalu membuka pagar, kini pria itu berdiri tepat di depan Bianca. Bianca tersenyum lega.

“Kamu baru pulang? Sama siapa? Kehujanan ya?” tanya Bianca, masih dibalut wajah cemasnya.

“Kamu ngapain di sini sih?!” ujar Kevin setengah membentak.

“Aku mau bawain kamu nasi goreng. Kemarin, kamu sms ke aku katanya lagi pengen nasi goreng yang di ujung jalan itu, jadi aku beliin aja. Dimakan ya?” jelas Bianca dengan simpul senyum kecil bibirnya.

Kevin mengalihkan pandangannya, ia tak mau menatap Bianca, “Cewe bego! Pulang lo! Udah malem! Hujan juga kan!” bentaknya dengan nada tinggi.

Bianca hanya menatap sosok Kevin dengan wajah bingung, bentakan keras Kevin membuatnya mundur satu langkah dari posisi ia berdiri diawal.

“Tadi kamu pulang sama siapa?” tanya Bianca menahan rasa sedihnya.

“Sama mantanku, kenapa? Eh, aku heran deh sama kamu, seneng banget nungguin aku, kayak mantanku dong, orangnya enggak suka nunggu, kecuali kalau diminta!” jawab Kevin enteng, dengan wajah seakan-akan ia tak menyakiti hati Bianca.

“Oh…” ungkap Bianca menahan amarah. “Syukurlah kalau kamu bisa pulang sama dia, kamu juga enggak terlalu kehujanan. Ini nasi gorengnya, kamu makan ya. Aku mau pulang dulu.”

“Bawa aja nasi gorengnya, aku tadi udah makan kok sama dia.” tungkas Kevin dengan nada enteng.

“Enggak usah, kamu bawa aja. Aku pulang ya. Nanti langsung mandi dan keramas habis itu minum teh hangat supaya kamu enggak kedinginan.”  tegas Bianca sambil menatap wajah Kevin dengan penuh perhatian.

Kevin tetap membuang muka, sesekali Kevin menatap Bianca. Pandangannya mencuri-curi celah untuk menatap Bianca. Tapi, tetap saja dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa Kevin tak peduli dengan Bianca. Kevin tak peduli dan tak mau tahu rasa khawatir yang Bianca simpan dalam-dalam. Padahal, rasa khawatir adalah wujud dari rasa cinta dan perhatian. Perhatian yang diabaikan layaknya rasa sakit yang diam-diam menghujam. Itulah yang dirasakan Bianca. Ia pulang dengan rasa hampa. Ia pulang dengan gerimis kecil dimatanya, gerimis itu bernama air mata.

***

Suara mahasiswa yang menderu membuat Bianca pusing tujuh keliling. Bianca adalah wanita plegmatis yang kadang membenci keramaian. Ia hanya duduk sendirian, merasakan angin genit yang bermain dengan rambut hitamnya. Kevin berjalan di depannya namun Kevin acuh tak acuh, tak mau menatap sosok Bianca yang menunggunya sejak tadi.

Bianca terbangun dari bangkunya, ia berlari-lari kecil mengejar sosok Kevin, “Kamu kenapa akhir-akhir ini cuek banget?”

Kevin mengarahkan pandangannya pada Bianca, “Emang kenapa? Kamu kan cuma pacarku bukan istriku, salahku kalau nyuekin kamu?”

Bianca mengehentikan langkahnya, ia tertunduk seusai mendengar ucapan enteng yang terlontar begitu saja dari bibir Kevin, “Kapan kamu menghargai aku sebagai sosok yang penting dalam hidupmu?”
“Kapan? Kenapa bertanya? Bukankah aku selalu menghargai kamu?” tanya Kevin dengan nada keheranan.

“Padahal, apa yang tidak kuketahui tentangmu? Semua hal tentangmu tak pernah kecil dimataku. Aku selalu menghargai kamu, menghormati posisimu, dan masih memperlakukanmu dengan baik meskipun kadang kautak menghargai aku.” jelas Bianca dengan matanya yang mulai berair.

“Wanita bodoh! Jangan jadikan air matamu sebagai senjata pamungkasmu! Kamu cengeng, kamu berbeda dengan mantanku. Dia jauh lebih kuat daripada kamu!” tungkas Kevin dengan nada tinggi.

“Ya… aku memang tidak seperti mantanmu. Aku memang tidak secantik dan setegar dia. Aku memang tidak secerdas dan semandiri dia. Aku jelas-jelas tak luar biasa seperti dia. Tapi, dia hanya masa lalumu, sedangkan aku adalah masa kini yang mungkin akan kaubawa ke masa depanmu!” Bianca menatap Kevin dengan tatapan serius. Tak pernah Kevin melihat Bianca sekeras dan seberani itu.

“Kamu memang tidak seperti mantanku.” ucap Kevin singkat.

“Aku memang tidak seperti mantanmu. Aku adalah aku, yang akan luar biasa dengan jalan dan pilihanku sendiri. Kenyataannya kamu memang tidak bisa melupakan mantanmu dan masa lalumu.” ujar Bianca memicingkan mata, tatapannya tajam menatap Kevin.

“Bukan urusanmu!”

“Dan, aku sangat kecewa pada diriku sendiri, kenapa aku sulit membuatmu lupa pada masa lalumu.”

“Masa lalu bukan untuk dilupakan, masa lalu ada untuk dijadikan pelajaran.”

Mata Bianca memerah, cahayanya yang bening tak lagi bersinar dari bola matanya, “Aku juga kecewa pada diriku sendiri, kenapa aku sulit membuatmu jatuh cinta kepadaku lalu melupakan mantanmu?”

Kevin tak tega menatap Bianca, naluri lelakinya keluar, selalu tak tega menatap wanita yang sedang menangis, “Sudahlah…” ucap Kevin perlahan. “Jangan menangis.”

“Kita akhiri saja semua kalau memang kamu masih berhenti pada masa lalumu. Kita akhiri saja semua kalau memang kaulebih merindukan masa lalumu. Kita cukupkan sampai disini, kalau masa lalumu lebih mampu untuk membahagiakanmu.”

“Maksudku bukan seperti itu, Sayang.” dengan nada sok manja, Kevin menarik lengan Bianca. “Maaf ya?”

“Percuma ada kata maaf jika kau tak mau berubah. Percuma ada kata maaf jika kauterus mengulang kesalahan yang sama. Kembalilah pada masa lalumu, aku juga tak membutuhkan orang sepertimu dimasa depanku.” Cetus Bianca, meghempaskan lengan kevin dari lengannya.

Kevin tak menyangka bahwa wanita yang beberapa bulan ini disiksanya juga mampu menyiksanya dengan cara yang menyakitkan. Hukum karma ternyata berlaku, jika seseorang menyakiti hati orang, maka akan ada saatnya hatinya juga akan tersakiti. Kevin hanya mematung menatap Bianca, menatap punggungnya hilang dari pandangannya.

***

Jam waker melakukan tugasnya dengan baik, celotehnya yang berisik membangunkan Kevin yang masih saja terantuk di ujung kantuk. Dimatikannya jam waker itu, ditariknya lagi selimut yang sejak tadi malam menghangatkan tubuhnya. Matanya menatap jam dinding, sudah pukul tujuh pagi. Gerakan reflek, ia menatap handphone, tak ada pesan singkat dari Bianca. Tak ada suara ketukan pintu dari luar. Tak ada lagi wanita yang menyiapkan bubur ayam sebagai sarapan kesukannya. Tak ada sosok wanita yang meletakkan teh hangat di dekat tempat tidurnya. Tak ada lagi Bianca yang memerhatikan sosoknya. Ia merasa kesepian. Rasa membutuhkan baru ia rasakan ketika ia telah kehilangan.

Kevin menghela nafas. Ia menarik selimut menghangatkan dadanya. Tubuhnya masih menggigil, demamnya tak juga turun. Entah sudah berapa lama hujan menari-nari tadi malam, hingga dinginnya masih saja menusuk tulang. Sosok Bianca yang ia harapkan tergopoh-gopoh membawa obat tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Hanya detak jam dinding yang mendesah perlahan kala itu.

Kevin kembali menghela nafas. Ia menarik selimut menutupi wajahnya. Ada gerimis kecil dimatanya, gerimis itu bernama air mata.

with love :)